Kearifan Budaya Lokal Yang Tetap Terus Terjaga di Dataran Tinggi Kampung Pitu di Desa Wisata Nglanggeran

Kearifan Budaya Lokal Yang Tetap Terus Terjaga di Dataran Tinggi Kampung Pitu di Desa Wisata Nglanggeran

Kampung pitu merupakan salah satu desa yang ada di Nglanggeran, tepatnya di Nglanggeran Wetan, RT 19 / RW 04, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Kata Pitu berasal dari bahasa Jawa, yang artinya adalah angka tujuh.  Kampung Pitu menyimpan berbagai cerita yang konon dipercayai oleh masyarakat disekitar Desa Nglanggeran, salah satunya yaitu mengenai jumlah kepala keluarga atau KK yang hanya boleh menempati di Kampung Pitu. Selain itu Kampung tersebut juga terkenal dengan kebudayaan yang tetap terus dilestaraikan dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Kampung Pitu sendiri. Keunikan tersebut yang kemudian menjadi ciri khas dari Kampung Pitu, dan dengan adanya keunikan tersebut banyak para wisatawan baik lokal maupun domestik yang berdatangan hanya untuk melihat bagaimana kehidupan dari warga Kampung Pitu dengan tetap menjaga warisan nenek moyang mereka.

Keberadaan dari Kampung Pitu tersebut tak lepas dari cerita leluhur nenek moyang mereka, yang kemudian menjadi ciri khas dari keberadaan kampung tersebut. Cerita yang diyakini akan kesakralan tersebut menjadi tanggung jawab masyarakat Kampung Pitu untuk tetap menjaga dan melestarikan mandat dari nenek moyang mereka. Munculnya kampung tersebut konon diawali dari penemuan sebuah pohon yang dinamakan Kinah Gadung Wulung, yang ditemukan oleh seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta. Kemudian pohon tersebut diyakini menyimpan sebuah benda pusaka dan diyakini mempunyai kekuatan besar. Oleh adanya penemuan benda pusaka tersebut, pihak dari Keraton memberi mandat bagi pihak manapun untuk merawat dan menjaga benda tersebut dengan memberikan imbalan berupa lahan tanah yang dapat ditinggali untuk anak dan keturunnya kelak. Namun, dari beberapa orang yang bersedia untuk menjaga dan merawat benda tersebut, hanya ada satu orang yang tetap bertahan dan mampu menjalankan mandat dari pihak Keraton Yogyakarta yaitu Eyang Iro Kromo. Dari adanya kejadian tersebut, banyak kalangan orang sakti yang ingin menempati kampung tersebut. Tetapi, hanya 7 KK yang mampu bertahan di kawasan tersebut. Cerita ini yang kemudian menjadi cikal bakal nama Kampung Pitu.

Masyarakat Kampung Pitu menyakini akan kesakrakalan dari angka tersebut, yaitu jika jumlah KK melebihi angka tujuh maka akan terjadi musibah yang akan dirasakan oleh keluarga yang bersangkutan. Oleh karena itu masyakarat Kampung Pitu tetap mempertahankan adat kebudayaan yang telah melekat sejak nenek moyang mereka. Selain terkenal dengan keunikan dari cerita jumlah kartu keluarga yang ada di kawasan tersebut, Kampung Pitu juga terkenal dengan kelestariannya akan kebudayaan lokal seperti tradisi adat istiadat maupun kesenian lokal yang tetap terus terjaga di era modernisasi ini. Beberapa tradisi tersebut seperti Rasulan, Genduri, Tingalan, serta kesenian Tayub. Masing - masing tradisi tersebut menyimpan berbagai cerita yang diyakini memiliki kekuatan besar oleh masyarakat Kampung Pitu. Warisan keduyaan tersebut yang kemudian menjadi tanggung jawab bersama khususnya bagi para generasi penerus untuk tetap menjaga dan melestarikan apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka. Kesadaran akan menjaga kebudayaan lokal sangat penting untuk tetap mempertahankan eksistensi suatu daerah yang mempunyai nilai kebudayaan tinggi. Apalagi di zaman modernisasi ini, dimana masyarakat semakin tergerus oleh perkembangan zaman yang semakin maju. Masyarakat Kampung Pitu menjadi contoh utama dimana tingginya akan kesadaran dalam menjaga dan mempertakan warisan budaya lokal mereka. Letak kawasan Kampung Pitu yang berada di puncak pegununggan dan jauh dari ramainya perkotaan menjadikan tantangan tersendiri baik dari masyarakat lokal maupun para wisatawan yang ingin berkunjung ke lokasi Kampung Pitu. Wisatawan yang berkunjung di kawasan tersebut dapat belajar bagaimana suatu kebudayaan tetap terjaga dan tetap eksis seiring berjalannya zaman.