Sugeng Handoko, Mengubah Desa dengan Wisata Alam
Sugeng Handoko, menggerakkan warga untuk mengembangkan pariwisata di Gunung Api Purba Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumber : Kompas.com
Pada usia yang relatif muda, Sugeng Handoko (27) mampu menggerakkan warga untuk mengembangkan pariwisata di Gunung Api Purba Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berkat kerja kerasnya, kegiatan wisata di Nglanggeran kini berkembang pesat. Manfaat ganda muncul, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Gunung Api Purba Nglanggeran terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunung Kidul. Gunung api yang pernah aktif jutaan tahun lalu itu berjarak sekitar 25 kilometer dari Kota Yogyakarta. Kawasan gunung tersebut memiliki luas 48 hektar dan ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut.
Upaya merintis kegiatan wisata di kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran sebenarnya dimulai sejak 1999. Saat itu, pemuda Desa Nglanggeran menanam pohon di kawasan gunung api purba untuk menjadikan wilayah tersebut lebih indah.
"Waktu itu saya masih belajar di SD. Saya ingat saat itu naik ke gunung untuk membawa bibit pohon," kata Sugeng.
Ketika itu, pengembangan pariwisata di Nglanggeran berhenti di tempat. Jumlah wisatawan yang datang sangat sedikit dengan aktivitas terbatas.
Pengembangan pariwisata Nglanggeran baru punya arah yang jelas tahun 2007. Saat itu, masyarakat tengah bangkit setelah gempa bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 27 Mei 2006.
"Gempa bumi menyebabkan beberapa warga sini meninggal dan sejumlah rumah hancur. Namun, setelah gempa, pemuda dan masyarakat justru memiliki ikatan batin untuk menjadikan Nglanggeran lebih baik," ujar Sugeng, Sekretaris Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran.
Rintisan ekowisata
Bersama sejumlah pemuda di tiga dusun di Nglanggeran, yakni Nglanggeran Kulon, Nglanggeran Wetan, dan Gunung Butak, Sugeng merintis kegiatan pariwisata berbasis lingkungan atau ekowisata. Kebetulan, saat itu Sugeng menjabat sebagai Ketua Karang Taruna Bukit Putra Mandiri di Desa Nglanggeran sehingga ia leluasa mengorganisasi pemuda.
Sugeng menuturkan, pengembangan pariwisata dilakukan untuk mengatasi sejumlah persoalan. "Sebelum wisata berkembang di sini, warga kerap mengambil batu dan menebang pohon untuk dijual. Aktivitas itu, kan, berpotensi merusak lingkungan," kata pria yang meraih sejumlah penghargaan karena aktivitasnya mengembangkan wisata di Nglanggeran ini.
Persoalan lain adalah tingkat urbanisasi di Desa Nglanggeran yang sangat tinggi. Karena peluang kerja sedikit, pemuda desa itu memilih ke luar daerah agar mendapat penghasilan memadai.
Sugeng menjelaskan, untuk mengembangkan pariwisata di Nglanggeran, langkah pertama yang dilakukannya adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat setempat tentang potensi wisata kawasan itu.
"Bagi masyarakat yang tinggal turun-temurun di Nglanggeran, kondisi alam di sini dianggap biasa saja, tidak menarik. Persepsi itulah yang coba kami ubah," kata sarjana teknik industri dari Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, ini.
Sugeng dan teman-temannya juga mempromosikan keindahan alam Gunung Api Purba Nglanggeran, termasuk menyebarkan brosur ke sekolah. Mulanya, kegiatan wisata yang berkembang di Nglanggeran hanyalah trekking di kawasan gunung api purba. Sambil mendaki gunung, wisatawan bisa menikmati pemandangan batu-batu breksit andesit raksasa atau menyaksikan matahari terbit dan terbenam dari puncak gunung.
Seiring dengan berjalannya waktu, kawasan ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran kini menawarkan beragam paket wisata. Salah satu yang menarik adalah paket wisata edukasi dengan live in atau menginap selama beberapa hari di Desa Nglanggeran. Dalam paket wisata yang kerap diikuti murid sekolah itu, peserta diajak melakukan kegiatan bersama masyarakat, seperti bertani, membuat kerajinan, dan berlatih kesenian lokal.
Selama live in di Nglanggeran, siswa biasanya juga diajari mandiri. Tawaran wisata edukasi di Nglanggeran ternyata menarik wisatawan dari sekolah di kota besar.
Menurut Sugeng, dalam setahun, minimal ada empat rombongan murid sekolah yang menginap di Nglanggeran selama tiga hingga tujuh hari. "Beberapa hari lalu, ada sebuah SMP di Tangerang, Banten, yang membawa 253 muridnya live in di sini. Beberapa saat lagi juga akan ada 156 siswa dari sebuah SMA di Jakarta yang menginap," ujarnya.
Selain wisata edukasi, Pokdarwis Nglanggeran juga menawarkan paket wisata petualangan. Wisatawan bisa ikut panjat tebing, rappelling atau menuruni tebing, flying fox, dan lainnya.
Dampak sosial
Saat ini, kegiatan pariwisata di Nglanggeran berkembang pesat, apalagi setelah adanya Embung Nglanggeran dan Air Terjun Kedung Kandang yang menjadi daya tarik baru. Berdasarkan data Pokdarwis Nglanggeran, jumlah wisatawan yang datang ke kawasan itu pada 2014 mencapai 325.303 orang, setahun sebelumnya hanya 85.658 orang.
Ke depan, pariwisata di Nglanggeran diperkirakan terus berkembang karena Gunung Api Purba Nglanggeran merupakan bagian dari kawasan Geopark Gunung Sewu yang baru saja ditetapkan sebagai anggota Jaringan Taman Bumi Global (Global Geopark Network) oleh UNESCO.
Kegiatan wisata di Nglanggeran berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Pada 2014, Pokdarwis Nglanggeran mendapatkan penghasilan cukup banyak, yakni Rp 1,4 miliar. Padahal, tahun sebelumnya, pemasukan dari wisata hanya Rp 424 juta. Pemasukan itu antara lain dipakai untuk memberi "uang lelah" kepada warga yang terlibat langsung dalam pengelolaan wisata, misalnya sebagai penjaga loket dan pemandu, yang sekarang berjumlah 139 orang.
Peningkatan kesejahteraan juga dirasakan warga yang membuka warung makan dan menyediakan rumahnya untuk penginapan. "Saat ini, sudah ada 80 homestay di Nglanggeran dengan kapasitas 280 orang," papar Sugeng.
Kegiatan pariwisata itu pula yang kemudian membuat kondisi lingkungan Nglanggeran menjadi lebih terjaga karena warga tidak lagi mengambil batu dan menebang pohon untuk dijual. Selain itu, urbanisasi di Nglanggeran juga berkurang karena banyak pemuda memilih tinggal di desa untuk mengelola wisata.
"Setelah lulus kuliah, saya sebenarnya ditawari bekerja di sebuah badan usaha milik negara. Namun, saya memilih tetap di Nglanggeran untuk mengelola wisata bersama masyarakat," tutur Sugeng.
Sugeng Handoko
Lahir: Gunung Kidul, 28 Februari 1988
Pekerjaan: Pengurus Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Gunung Kidul
Istri: Hanim Fathmana (25)
Pendidikan:- SDN Nglanggeran (lulus 2000)- SLTPN 4 Patuk (lulus 2003)- SMKN 2 Wonosari (lulus 2006)- Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta (lulus 2011)
Penghargaan, antara lain:
- Pemuda Pelopor Tingkat Nasional 2011 dalam bidang seni budaya dan pariwisata
- Penghargaan dari Kemenkokesra sebagai Pelaku PNPM Mandiri Terbaik Tahun 2014
- The Winner Hilo Green Leader 2015
Sumber : Kompas.com