Sugeng Handoko, aktivis kampus membangun desa dengan ekowisata
Hasilnya, saat ini kawasan Nglanggeran menjadi salah satu tujuan utama wisata alam di Yogyakarta.
Usianya terbilang masih muda, namun dia sudah mampu menggerakkan dan mengubah kebiasaan masyarakat yang awalnya mengeksploitasi lingkungan menjadi peduli dan berdampak mendatangkan banyak wisatawan. Sugeng Handoko (27), memeras keringat dan otak mengawali pembangunan Gunung Nglanggeran menjadi kawasan ekowisata. Hasilnya, saat ini kawasan itu menjadi salah satu tujuan utama wisata alam di Yogyakarta. Nglanggeran merupakan gunung api purba yang terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Gunung api yang pernah aktif jutaan tahun lalu itu berjarak sekitar 24 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta. Kawasan gunung ini memiliki luas sekitar 48 hektar dengan ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut. Saat itu Sugeng Handoko yang menjadi ketua karang taruna di desa setempat baru menginjak usia 19 tahun. Ia masih menempuh studi di Teknik Industri Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Selain kuliah, Sugeng juga aktivis di beberapa organisasi kampus. berkat tempaan ilmu dari kampus dan berorganisasi tumbuh kesadaran dalam dirinya untuk membangkitkan potensi di daerahnya. "Saya terketuk saja, di kampus saya bisa menggerakkan kegiatan kok di kampung tidak bisa," kata Sugeng kepada brilio.net, Jumat (20/11). Sugeng memulai dengan mencoba mengajak anggotanya menggagas pemberdayaan kawasan Nglanggeran sebagai tujuan wisata pada 2007. Tapi usaha itu tak mudah, ia dan kawan-kawannya harus melakukan pendekatan kepada warga agar mau menghentikan aktivitas pengambilan batu dan penebangan pohon. Program pengelolaan Gunung Api Purba Nglanggeran juga diangkat oleh Sugeng bersama rekan kampusnya menjadi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang dibiayai oleh Dikti.
Aktivitas kuliah dan memimpin karang taruna untuk mengembangkan wisata di Nglanggeran membuat Sugeng harus rela bolak-balik Yogyakarta-Gunungkidul. Jarak yang lumayan jauh membuatnya tak patah semangat. "Ya, selalu saya sempatkan akhir pekan untuk pulang karena ada tanggung jawab di rumah," terang Sugeng.Untuk mencoba mengenalkan Nglanggeran kepada dunia, Sugeng mencoba mengikuti kompetisi menulis blog tingkat nasional yang diikuti ribuan peserta. Tak disangka, tulisannya yang mengulas tentang desanya yang memiliki banyak potensi berhasil meraih juara 2 nasional. Dari situ, Sugeng menyadari pentingnya mengikuti berbagai kompetisi untuk mencoba mengenalkan desa yang sedang dibangun itu."Dari kompetisi itu saya banyak belajar, mengenalkan potensi desa, dan juga mendapatkan jaringan," terang dia.Saat ini paket wisata yang ditawarkan di Nglanggeran semakin banyak, mulai dari jelajah alam, outbond, perkemahan, panjat tebing, wisata budaya dan ritual, hingga paket menikmati sunset dan sunrise. Fasilitas pendukung seperti kuliner dan home stay telah tersedia. Bahkan fasilitas spa saat ini sedang disiapkan oleh pengelola.Andil Sugeng dalam memberikan perubahan di Desa Nglanggeran memang patut diapresiasi. Maka tak heran jika lewat peran yang digagas, ia berhasil mendapatkan penghargaan seperti Pemuda Pelopor Tingkat Nasional 2011 dalam bidang seni budaya dan pariwisata, Youth Change Maker 2011, juara 1 Kader Konservasi DI Yogyakarta 2013, Pelaku PNPM Mandiri terbaik 2014 oleh Kemenkokesra, dan pemenang Hilo Green Leader 2015.Selain itu, penganugerahan CIPTA Award Kemenbudpar RI Tahun 2011, penghargaan Mandiri Bersama Mandiri (MBM) Challenge sektor Pariwisata kategori Semi Established, Juara II Pokdawis Berprestasi Tingkat Nasional dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2013, dan masih banyak penghargaan lain diraih oleh kelompok-kelompok pengelola Nglanggeran.