Menaklukan Gunung Api Purba Nglanggeran
GUNUNGKIDUL, suaramerdeka.com - Gunungkidul dikenal sebagai gudangnya wisata ekstrem. Beragam alternatif ekowisata ditawarkan kabupaten ini mulai dari susur tebing, gua hingga pendakian gunung. Tak ingin ketinggalan memanfaatkan potensi daerahnya, masyarakat Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk mengembangkan pariwisata lokal berupa gunung api purba.
Sejak kelompok sadar wisata diaktifkan kembali pada 2008, eksistensi objek ini mulai menggeliat. Dalam kurun dua tahun terakhir, kunjungan wisatawan mencapai 2.000 orang per bulan. "Paling ramai biasanya saat malam minggu. Banyak yang berkemah untuk menikmati momen matahari tenggelam atau terbit," ucap salah satu pemandu, Aris Budiyono (26).
Medan gunung yang tersusun dari bebatuan andesit itu cukup menantang nyali. Sebelum tiba di puncak pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, wisatawan harus terlebih dulu melewati rute yang terbilang ekstrem.
Selain pendakian batu-batu besar, pengunjung juga akan diajak menyusuri tanjakan sempit yang diapit dua tebing. Namun tak perlu khawatir, karena di beberapa titik ada bantuan anak tangga dan selusur tali tambang untuk berpegangan.
Sampai ke puncak, kira-kira dibutuhkan waktu satu hari pendakian. Tapi jika ingin sekedar menikmati panorama, wisatawan bisa rehat di gardu pandang. Pada pos pertama yang berada 300 meter diatas permukaan laut, sudah terlihat gambaran keelokan Kota Jogja.
Selain pemandangan alam memikat, ekowisata yang menempati area Sultan Ground seluas 48 hektar ini juga menyimpan nilai historis. Dari penelitian akademis, gunung purba itu diketahui terbentuk sekitar 30 juta hingga 60 juta tahun silam.
Keunikan lain, di bagian paling atas ada sebuah perkampungan yang hanya dihuni tujuh keluarga. Daerah ini dikenal dengan istilah Kampung Tlogo. "Sejak dulu jumlah penghuninya tujuh keluarga, tidak pernah kurang atau lebih. Jika ada yang menikah tapi tidak mau bergabung, maka harus keluar," papar Aris.
Pengelola ekowisata Nglanggeran, Sugeng Handoko menambahkan, kawasan tersebut dikembangkan jadi desa wisata berbasis pertanian. Komoditi unggulannya adalah kakao, kelengkeng, dan durian. Sebagai penunjang, di kawasan tersebut dibangun sebuah embung yang baru difungsikan awal tahun ini. Selain mengairi area pertanian warga, embung berkedalaman tiga meter itu juga dijadikan sasaran objek wisata.