Asal-usul Mitos Wayang Kulit di Desa Nglanggeran

Asal-usul Mitos Wayang Kulit di Desa Nglanggeran

Pertunjukan wayang kulit merupakan hal yang sudah biasa bagi masyarakat suku Jawa, terutama di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta, dan biasanya hanya diadakan di waktu-waktu tertentu seperti menyambut tanggal satu Suro, perayaan setelah pesta pernikahan ataupun di festival-festival budaya.

Bagi penduduk Desa Nglanggeran maupun penduduk sekitar Gunung Api Purba, sudah menjadi rahasia umum jika pertunjukan budaya ini tidak boleh diadakan dengan posisi membelakangi Gunung Api Purba.

Kenapa demikian?

Hal ini tidak jauh dari kepercayaan warga setempat yang mempercayai jika seseorang mengadakan pertunjukan wayang kulit dengan posisi membelakangi Gunung Api Purba, maka dari orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan wayang tersebut akan mengalami petaka.

Menurut cerita warga setempat, bahwa dulu ketika akan diadakan  wayang kulit di pendopo Kalisong, ada seorang warga yang dengan sengaja merusak alat musik yang akan digunakan untuk pertunjukan itu. Akibat perbuatannya, penunggu Gunung Api Purba marah dan lahirlah mitos tentang wayang tersebut di Desa Nglanggeran.

Terlebih lagi, belum lama ini ada suatu kejadian yang dipercaya berhubungan dengan mitos wayang kulit yang ada. Berawal dari diadakannya pertunjukan wayang kulit di sekitar Gunung Api Purba yang panggung pertunjukannya waktu itu memang dipasang membelakangi GAP. Beberapa hari kemudian, salah satu kerabat dari keluarga yang mengadakan pertunjukan wayang kulit itu meninggal dunia. Penduduk sekitar pun menghubungkannya dengan mitos wayang yang ada.

Sejak saat itu, penduduk setempat menerapkan peraturan bahwa setiap pertunjukan wayang kulit harus menghadap kearah Gunung Api Purba Nglanggeran.

 

English trans

The Origins of The Shadow Puppets Performance Myth in Nglanggeran Village

Shadow puppets or wayang kulit performance is a common thing among Javanese people, especially around Central Java and Yogyakarta. Wayang kulit usually is only held on particular occasions such as for Suro celebration (a sacred day in Javanese belief), after-wedding party, or cultural festivals.

For Nglanggeran Village residents as well as all local people around Nglanggeran Ancient Volcano, it is a public secret that when someone holds wayang kulit performance, the stage must face the inactive volcano.

According to the residents, the origin of this myth is from a story that happened a long time ago. There was a man who purposely destroyed some instruments that would be used in performing wayang kulit held on pendopo Kalisong, a hall located at the foot of Nglanggeran Ancient Volcano. His wrongdoing led the spirit living on the volcano angry and curse him.

Moreover, two years ago, there was an incident that local people believe has a correlation with this myth. There was a family who held wayang kulit performance. However, the position of the stage was backward from the inactive volcano. Several days later, one of the family members died suddenly without any illness historical background.

Since then, the local people require every wayang kulit performance to be held facing the ancient volcano.