Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Belajar di Nglanggeran
Live in adalah program baru di komunitas belajar Qaryah Thayyibah. Sebuah kesempatan yang luar biasa kami bisa memulai program ini di desa terintegrasi, Patuk, Nglanggeran, Gunung Kidul. Salah satu misi kami di komunitas adalah mengenalkan bocah pada lingkungan sekitarnya. Agar punya ketertarikan mengenali potensi lokal, baik alam maupun kearifan dan budaya.
Menurut Pak Din, kepala pengelola komunitas, ââ¬ÅAnak-anak desa harus didorong untuk mengembangkan imajinasinya, didorong berfikir kritis transformatif pada segala hal yang dihadapi. Anak-anak harus diberi kesempatan untuk menyampaikan gagasan-gagasan inovatifnya, dan mendiskusikannya dengan teman-temannya.ââ¬Â
Karenanya, Nglanggeran kami rasa cukup pas dan selaras dengan pergerakan kami di komunitas belajar yang mengedepankan kreatifitas anak sebagai titik fokusnya.
***
19 January 2016
Kami berangkat pukul 06.30 dari Salatiga. Hingga kurang lebih jam sepuluh sampai di lokasi Gunung Api Purba.
Acara pertama, kami berkumpul di pendopo untuk perkenalan, mendengarkan sambutan, dan melakukan kontrak belajar.
Bapak kepala desa memberikan pesan agar kami bisa mengambil manfaat dari belajar di Nglanggeran. Entah diambil dari segi mananya, meski tidak harus semua. Selanjutnya panitia meminta bocah membagi tiga kelompok untuk ikut Radio Komunitas, atau Videogram, dan SID.
Sebelum melakukan kegiatan sesi pertama, semua dikenalkan induk semang masing-masing. Ialah pemilik homestay yang sebelumnya sudah dibagi untuk tiap-tiap anak Masing-masing rumah ditempati dua/tiga bocah. Kami mengharapkan agar ini bisa melatih mereka untuk mengenal teman yang dipasangkan dengan lebih baik.
Ada beberapa peraturan yang telah disepakati terkait interaksi dengan Induk Semang. Diantaranya salam senyum dan sapa, membantu pekerjaan rumah, dan tidak diperkenankan merokok serta meminjam motor milik induk Semang atau pemilik homestay.
***
Lepas dzuhur, bocah memulai agenda pertama. Membuat batik topeng. Panitia membagi beberapa kelompok untuk mengelilingi canting dan malam. Dua pemandu memberikan intruksi terkait cara membatik di topeng yang sudah disediakan. Cukup menyenangkan. Ini hal pertama bagi bocah. Memang diantara mereka, hanya satu anak yang konsen di bidang batik. Tetapi mencoba bersama hal di luar passion, memberikan warna baru bagi nuansa belajar mereka.
Membutuhkan waktu yang lama untuk bisa membatik di topeng. Lebih-lebih menggambar menggunakan canting dan malam memang tidak mudah. Mereka membuat pola sesuai imajinasi masing-masing. Usai merampungkan gambar, semua topeng dikeringkan dan dikumpulkan jadi satu di sebuah meja. Lokasi tempat belajar dibersihkan untuk sesi selanjutnya. Pembuatan video Indonesia Pusaka.
Hujan terbilang cukup deras, hingga sayang sekali agenda tracking dibatalkan. Bocah sebenarnya cukup kecewa karena akhirnya harus kembali ke homestay. (Berikutnya setelah pulang dan saat evaluasi, mereka terpikir, betapa menyenangkan seandainya agenda tracking yang dicencel, diganti dengan share soal pengelolaan desa. )
Aktivitas sore yang ditiadakan membuat bocah memiliki kesempatan lebih lama berada di homestay. Ini dimanfaatkan untuk lebih mengenal induk semang masing-masing.
***
Malam hari, bocah dijemput menggunakan mobil pick up menuju lokasi belajar seni budaya. Reog Nglanggeran. Sayang sekali karena bertepatan dengan jam belajar Radio Komunitas, akhirnya sebagian bocah tidak bisa mengikuti pembelajaran seni.
Sekitar 15-16 anak menuju Wonosari untuk belajar radio di Hanacaraka FM. Melihat proses siaran, mengupas tentang pengelolaan radio hingga mendengar visi misinya.
Ha na ca ra ka merupakan radio komunitas Wonosari yang mengkampanyekan gerakan penghijauan. Konsen pula dalam isu-isu sosial, dan berupaya memberikan stimulus bagi masyarakat untuk terbiasa hidup sehat Ini menginspirasi bocah untuk suatu hari bisa membuat gerakan yang sama. Menyiarkan informasi sarat ilmu yang bisa menggerakan masyarakat menuju perubahan demi perubahan
20 January 2016
Lokasi belajar hari ke dua, ialah di persawahan. Bocah sudah lengkap dengan baju siap kotor masing-masing. Nyemplung di lumpur yang banyak kotoran. Belajar menanam padi dan membajak sawah. Dilanjut dengan bermain bola lumpur. Hal yang sudah jarang atau bahkan tidak pernah lagi dilakukan anak-anak desa dewasa ini. Dan mereka cukup menikmatinya meski harus berkotor-kotor ria.
Beberapa jam kemudian, setelah puas bermain, kami menuju air terjun musiman. Kedung Kandag. Melewati sawah yang licin serta batu-batu vulkanik menuju air terjun, menjadi tantangan tersendiri bagi bocah. Selain rasa penasaran, rasa kotor dan harus segera bersih diri di air menjadi pendorong untuk segera sampai di air terjun. Berbasah-basah ria, dan bermain air hingga puas membuat fresh pikiran. Lebih lagi dimanjakan dengan pemandangan asri, bersih dan segar.
() () ()
Siang hari, usai makan, bocah berkumpul di pendopo sebelum akhirnya dibagi dua kelompok. Bocah yang tergabung di kelompok pembuatan video tinggal di pendopo, sedang bocah yang tergabung di kelompok SID (Sistem Informasi Desa), diangkut pick up menuju Balaidesa Nglanggeran.
SID adalah public display yang tengah direncanakan oleh Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah. Sebagian bocah telah sedikit banyak mempelajarinya. Berharap di Nglanggeran, mereka bisa kaya pengalaman karena desa satu ini sudah menerapkan SID.
Satu jam lebih, bocah dikenalkan tentang SID yang telah berjalan di Nglanggeran. Harapannya, masyarakat semakin mudah melakukan interaksi dengan pemerintah setempat baik via online atau offline, bisa menyampaikan aspirasi dan kebutuhannya sehingga mudah mendapatkan pelayanan.
Tanya-jawab seputar SID pun berlangsung lama. Selain memperdalam soal bagaimana mengelola system informasi desa serta bagaimana sosialisasi ke masyarakat, Bocah juga membahas tentang dana desa yang belakangan digemborkan oleh pemerintah.
Hujan agak reda ketika kelompok SID mengakhiri sesi pembelajaran di Balai Desa. Panitia segera membawa ke Embung Nglanggeran untuk melihat sisa-sisa keindahan waduk buatan di dinginna senja Gunung Kidul.
Rencananya, agenda ke Embung adalah sore saat matahari sudah hendak tenggelam. Sehingga semburat jingganya bisa terpantul megah mewarnai Embung. Hanya, tim Video belum usai rembugan dan hujan semakin sore semakin deras. Akhirnya, kelompok SID hanya bisa foto-foto sebelum akhirnya dipulangkan ke homestay masing-masing.
() () ()
Malam Puncak
Tentu saja, malam perpisahan bukanlah malam yang ditunggu-tunggu, meski kami cukup penasaran dengan malam kendurian yang diadakan panitia. Meski akhirnya kami sepakat bahwa ini bukan malam perpisahan, melainkan malam syukuran atas terjalinnya relasi yang kami harap bisa terus terjalin persahabatan antara KBQT dan Nglanggeran.
Ada banyak lauk dan nasi yang sudah disediakan di lokasi acara saat kami sampai di salah satu homestay. Panitia juga sudah berkumpul. Acara sambutan dimulai ketika sudah dipastikan bahwa semua sudah berada di tempat. Kami diperkenalkan tentang budaya kendurian, tradisi menyajikan ingkung (Ayam) dan nasi uduk, dan sebelum menyantapnya, panitia mengajari kami cara membungkus nasi kenduri.
Usai lahap dengan nasi dan lauk, acara berikutnya adalah unjuk seni. Sebelum itu, baik dari pihak KBQT mau pun panitia memberikan prakata terkait agenda live in kali ini. Notabene sangat bersemangat menjalani agenda dua hari ini. Berharap lain waktu bisa berkesempatan kembali untuk belajar lebih banyak di Nglanggeran.
Karena memang tidak banyak persiapan, tampilan seni dilakukan secara dadakan. Tampil sesukanya, yang penting menghibur. Ada yang nge-dance, ada yang menyanyi. Dari pihak panitia juga unjuk seni dengan menampilkan sulap.
Sebelum benar-benar menutup acara malam puncak, bocah melingkar mendiskusikan tentang pembuatan video yang akan berlangsung keesokan harinya. Disepakati, semua harus packing sebelum mengambil gambar ke lokasi-lokasi yang telah dipilih.
() () ()
Pagi hari, semua sudah siap menuju mobil pick up. Sebelum matahari meninggi, kami sudah terbagi menjadi dua kelompok, untuk kemudian berpencar ke lokasi pembuatan video klip Indonesia Pusaka, yang juga telah dibagi rata. Di Air terjun, taman Krisan, homestay, sawah, joglo, hidroponik, dan tentu saja Gunung Api Purba serta Embung
() () ()
Di Nglanggeran, banyak hal inspiratif sarat ilmu yang kami dipelajari. Pembelajaran tentang kebersamaan dan menumbuh kembangkan ide sudah menyentuh kesadaran masyarakat, mengakar dan membudaya. Adat, budaya manusia timur yang menjunjung tinggi unggah-ungguh atas dasar norma sosial, kemanusiaan dan agama mempercantik nunsa Memahami peta dan potensi wilayahnya sendiri, kemudian dijaga dan diolah bersama untuk kesejahteraan bersama, tentu menjadi daya tarik khusus bagi bocah-bocah yang sehari-hari ditempa untuk mau belajar dari kehidupannya masing-masing. Di sini, rasa bangga pada desa yang diperlihatkan masyarakat, terasa sefrekuensi dengan apa yang menjadi mimpi bersama kami. Desa harus berdaya. Karena kearifan lokal masing-masing wilayah, sebenarnya merupakan pilar-pilar penguat jati diri bangsa.
Salam, Fina, KBQT_