Sugeng Handoko: Penunggu Batu, Menjadi Pemuda Pelopor

Sugeng Handoko: Penunggu Batu, Menjadi Pemuda Pelopor

Obyek wisata yang terkenal di wilayah Gunungkidul memerlukan orang-orang yang mau bekerja keras, peduli dan berkompeten, seperti Sugeng Handoko.

Pemuda asal Dusun Nglanggeran Kulon, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul ini menjadi ujung tombak atas tersohornya obyek wisata Gunung Api Purba Nglanggeran.Atas usahanya dalam mengelola gunung ini sebagai salah satu tujuan wisata di Gunungkidul, dia menjadi Pemuda Pelopor Tingkat Nasional 2011 dalam bidang Seni Budaya dan Pariwisata.Gunung Nglanggeran yang memiliki luas sekitar 48 ha ini terletak di bagian utara Kabupaten Gunungkidul pada ketinggian sekitar 200-700 mdpl. Struktur batuan gunung ini bukan batuan kapur yang biasanya terdapat di kawasan Gunungkidul, tetapi batuan vulkanik yang terbentuk akibat aktivitas gunung api yang terjadi selama sekitar 60 juta tahun yang lalu.Nglanggeran memiliki dua puncak yakni puncak barat dan puncak timur serta sebuah kaldera ditengahnya. Deretan gunung batu raksasa ini mempunyai pemandangan eksotik serta bentuk dan nama yang unik yang dinamakan sesuai dengan bentuknya, seperti Gunung 5 Jari, Gunung Kelir, dan Gunung Wayang. Keunikan gunung ini ditambah dengan cerita rakyat termasuk 7 kepala keluarga yang tinggal di puncak Gunung Nglanggeran sebelah timur, konon jika kurang atau lebih akan ada kejadian yang tidak mengenakkan.Nglanggeran juga memiliki berbagai macam flora dan fauna yg langka dan tidak terdapat di wilayah lain. Dengan segala keunikan itu pemuda kelahiran tanggal 28 Februari 1988 ini mempunyai ide untuk mengembangkan gunung ini menjadi obyek wisata. Dia menggerakan pemuda di desa ini untuk mengelola Gunung Nglanggeran.Banyak prestasi yang ia raih atas kinerjanya mengembangkan desa Nglanggeran menjadi obyek wisata, di antaranya Juara Juara I Kader Konservasi Tingkat Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2013, bersama Organisasi Karang Taruna meraih predikat Juara 1 Penyelamat Lingkungan Seleksi Kalpataru 2009 Propinsi DIY, bersama Pengelola Gunung Api Purba mendapatkan penganugrahan CIPTA Award dari Kemenbudpar RI tahun 2011 dan masih banyak lagi. Selain itu juga yang terbaru di tahun 2013 bersama Pokdarwis memperoleh juara 2 tingkat nasional 2013 dan juara 2 tingkat nasinal lomba desa wisata tahun 2013.Berawal dari hobinya menulis, pemuda lulusan Sarjana Teknik Industri ini menulis di blog dengan menulis tentang keunikan gunung ini. Karena hobinya ini juga dia memperoleh Juara II Festival Blog Tahun 2010. Termasuk dengan tujuan ingin mengenalkan gunung ini yang sebelumnya hanya dikunjungi wisatawan lokal dan tempat para warga mencari rumput. Selain untuk mengangkat potensi alam di wilayah ini, dia juga ingin memangkas tingkat pengangguran para pemuda di Desa Nglanggeran.Atas prestasi yang diperolehnya dia mendapat dana untuk pengembangan. Selain itu yang paling utama adalah publikasi gratis untuk wisata ini.CSC_0175Gunung Api Purba Nglanggeran, Foto: MutiyaProses pengembangan Nglanggeran yang didaftarkan menjadi Warisan UNESCO ini bukan tanpa kendala. Mengajak para warga untuk merubah paradigma dari pemikiran warga petani ditambah dengan pariwisata itu cukup sulit. Selain itu mencoba hal yang baru di lingkungan perdesaan menjadi buah bibir di masyarakat yang menganggap kegiatan itu adalah kegiatan yang tidak bermanfaat dan tidak mempunyai hasil.Dulu banyak orang yang bilang “watu wae kok ditunggoni mas“, ungkapnya (red : batu saja kok ditunggui mas).Namun atas usaha pemuda yang kini menjadi admin website Gunung Api Purba sekaligus Marketing Manager Desa Wisata Nglanggeran ini dalam mempromosikan dan juga dampak dari mengikuti berbagai lomba akhirnya Gunung Nglanggeran bisa menjadi seperti sekarang ini. Pengunjung bisa mencapai 50-150 orang per hari, terlebih pada hari libur.Wisatawannya juga banyak dari luar wilayah Gunungkidul bahkan manca negara. Sedangkan dulu sebelum dikembangkan, pengunjung gunung ini hanya meliputi wisatawan lokal yang hanya sekitar 30 orang per hari. Dengan jumlah pengelola sekitar 107 orang yang terdiri dari pemuda, struktural perangkat desa, kelompok tani hingga lapisan warga masyarakat termasuk pedagang dari warga Desa Nglanggeran.Untuk menikmati keelokan pemandangan dari puncak gunung ini per orang ditarik retribusi sebesar Rp 5.000,- dan Rp 7.000,- untuk bermalam karena memang gunung ini juga diminati para pecinta alam untuk berkemah. Sedangkan untuk memasuki Embung Nglanggeran, wisatawan ditarik retribusi Rp 3.000,- dan untuk parkirnya Rp 2.000,-/motor serta Rp 5.000,-/mobilDitambah dengan adanya Embung Nglanggeran dan Kebun Buah menjadikan obyek wisata ini digemari para pemburu sunset dan sunrise. Berbagai macam kegiatan juga ia rintis seperti kegiatan outbond, makrab dan live in.Dalam perjalanannya mengembangkan desa wisatanya, dia juga sempat dilema dalam dua pilihan kepentingan pribadi dengan menerima tawaran pekerjaan yang gaji besar atau tetap berada di Desa Nglanggeran bersama warga masyarakat untuk mengelola wisata ini. Namun karena niat awalnya memang untuk memajukan wilayahnya akhirnya dia memutuskan untuk tetap berada ditempat kelahirannya, mengelola dan mengembangkan potensi alam di wilayahnya.“Mumpung masih muda, kita masih banyak waktu, tenaga dan fikiran maka mari gunakan untuk kegiatan yang positif. Mari kita gunakan peluang dan kepercayaan ini guna mengembangkan potensi diri dan daerah kita. Kita emban amanah sebaik-baiknya untuk kegiatan yang berguna bagi kita dan warga masyarakat”, tambahnya.(Sumber: www.kabarhandayani.com - Laporan Reporter: Mutiya, Editor: Hery)